Pengamat Sebut Politik SARA Masih Jadi Catatan Buruk di Pilkada ... Pilkada Serentak Pengamat Sebut Politik SARA Masih Jadi Cata...
Pilkada Serentak
Pengamat Sebut Politik SARA Masih Jadi Catatan Buruk di Pilkada Serentak 2018Pengamat Politik, Ray Rangkuti menganggap isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) masih menjadi catatan buruk di Pilkada Serentak 2018.
Tribunnews/JEPRIMACalon gubernur Jawa Barat nomor pemilihan 4 Deddy Mizwar bersama istri dan anaknya saat mencoblos di TPS 61 di kompleks tempat tinggalnya di Blok G Perum Jatiwaringin Asri RT 015 RW 013 Kelurahan Jatiwaringin, Kecamatan Pondok Gede, Bekasi, Rabu (27/6/2018). Pilkada serentak kali ini digelar di 171 daerah, dengan 17 provinsi untu k pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, 115 Kabupaten untuk pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta 39 Kota untuk pemilihan Walikota dan Wakil Walikota. Tribunnews/JeprimaLaporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Politik, Ray Rangkuti menganggap isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) masih menjadi catatan buruk di Pilkada Serentak 2018.
Contohnya adalah isu SARA yang menguat di Sumatera Utara dan Jawa Barat menjelang hari H pemilihan.
"Sumatera Utara dan Jawa Barat itu meningkat di 2 minggu terakhir sebelum pencoblosan, tapi di awal tenang," kata Ray saat menjadi pemateri diskusi di Kantor PARA Syndicate, Jumat (29/6/2018).
Menurut Ray, bisa jadi isu SARA yang dimainkan di akhir berkaitan erat dengan ketidakpercayaan diri pasangan calon (paslon) tertentu dengan survei-survei elektabilitas.
Dia mengelaborasi hasil Pilkada dengan survei-survei yang pernah berkembang di masyarakat.
"Seperti di Jawa Barat, pada akhirnya beberapa paslon yang ternyata diprediksi tidak akan bisa masuk 2 besar justru akhirnya bisa mendapatkan suara yang signifikan pada pemungutan suara," ucapnya.
Baca: Klaim Kemenangan Parpol di Pilkada Serentak, Upaya Pisahkan Jokowi dan PDIP
Demikian juga yang terjadi di Sumatera Utara, di mana hasil survei yang awalnya bersaing ketat, nyatanya paslon nomor urut 1 mampu unggul jauh atas paslon nomor urut 2.
Ray melanjutkan, tidak langsung bisa disebut jika faktor SARA yang menyebabkan meningkatnya suara paslon-paslon tersebut.
Oleh karena itu, menurutnya, dibutuhkan kedepannya survei-survei lanjutan yang bisa mengukur seberapa efektif isu SARA meningkatkan perolehan suara.
Halaman selanjutnya 12
No comments