Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai tabloid 'Indonesia Barokah' yang beredar di beberapa daerah di Jawa Barat dan Jawa Tengah rawa...
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai tabloid 'Indonesia Barokah' yang beredar di beberapa daerah di Jawa Barat dan Jawa Tengah rawan menimbulkan pecah belah antar masyarakat. Sekjen MUI Anwar Abbas meminta tabloid itu tidak disebarkan ke masjid-masjid.
"Kan kita punya filosofi namanya Pancasila, sila Ketuhanan yang Maha Esa, jadi oleh karena itu kalau media itu media yang Pancasilais, yang menjujung tinggi nilai-nilai agama, nilai-nilai ketuhanan. Jadi apa yang diajarkan oleh agama supaya juga ditegakkan oleh media dalam pemberitaannya. Yang kedua Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, saling hormat menghormati, sampaikan lah pendapat itu dengan baik. Yang ketiga persatuan Indonesia, jangan pecah belah, kalau media (Tabloid Indonesia Barokah) yang terkait itu kan pecah belah itu," ujar Anwar saat dihubungi, Rabu (23/1/2019).
Anwar melanjutkan, media harus mendorong pihak yang berkompetisi di Pilpres 2019 untuk bermusyawarah, dan berdialog dengan baik. Hal ini untuk menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana isi sila kelima Pancasila.
"Media itu harus mendorong bagi tegaknya persatuan dan kesatuan, jangan pecah belah, injak satu angkat satu, jangan begitu media. Kalau kayak media-media kayak gitu tu (tabloid 'Indonesia Barokah') yang namanya sila pertama nggak tegak, sila kedua nggak tegak, ketiga nggak tegak, apalagi yang kelima," katanya.
"Kalau tabloidnya itu tidak berisikan yang hak, ya jangan disebarkan, kalau tidak (berisi yang hak) kan hoax berarti. Hak itu kan benar, kalau tidak berisikan ketidakbenaran berarti hoax, bukan hak, jangan disebarkan," lanjutnya.
Anwar lalu mengingatkan sikap MUI terkait media dan penggunaan media sosial. Menurutnya media harus menjunjung tinggi akhlak dan etika. Untuk itu media dan pengguna media sosial tidak boleh menabrak etika dan akhlak.
"Menyudutkan Prabowo tidak boleh, menyudutkan Jokowi tidak boleh. Yang namanya tabloid itu kan media ya, media itu kan bicara tentang kebenaran semestinya, media itu adalah tempat orang mengungkap kebenaran, bukan tempat orang menyudut-nyudutkan. Menurut saya itu (tabloid 'Indonesia Barokah') sudah keluar dari jati diri media. Media itu mendeskripsikan apa yang terjadi, meminta pendapat orang apa jalan keluarnya," imbuhnya.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat KH Cholil Nafis mengatakan sebetulnya masjid jadi ruang yang terbuka untuk pembahasan segala hal, termasuk politik. Hanya saja, menurutnya, politik yang pantas untuk dibahas di masjid bukan yang bersifat politik praktis.
"Jadikan masjid sarana pemersatu umat, jadi tempat membangun peradaban yang baik, membangun kemajuan di masjid. Kalau yang sifatnya dukung-mendukung mudaratnya lebih besar, mengakibatkan perpecahan jemaah. Kalau begitu silakan di luar tempatnya, jangan di masjid," tutur Cholil.
Dia mengingatkan, undang-undang pun melarang kegiatan kampanye yang dilakukan di tempat ibadah dan juga lembaga pendidikan. Masjid harus steril dari kegiatan politik praktis.
Terkait tabloid 'Indonesia Barokah' yang ditemukan tersebar di masjid-masjid di Jawa Barat dan Jawa Tengah, Cholil menyinggung soal peran vital takmir masjid. Dia mengatakan takmir punya peranan penting dalam menyaring informasi yang pantas dan tidak pantas untuk disebar di lingkungan masjid.
"Takmir punya peran sangat vital dalam mengelola informasi di masjid. Takmir mesti selektif, memilih mana yang bisa beredar di masyarakat. Kalau ada yang mengedarkan, mesti dipilah-pilih dulu apa isinya. Takmir jadi filter hal-hal yang disebarkan. Pantas atau tidak itu ada di takmir kewenangannya. Jadi takmir yang seleksi kapan itu disebarkan," paparnya.
(nvl/jbr)
Kuliah Beasiswa..?? Klik Disini
Gambar : Detik News.Com
Sumber : Detik News.Com
ليست هناك تعليقات